PEREKONOMIAN INDONESIA
Industri adalah suatu usaha atau kegiatan pengolahan bahan mentah (bahan baku) atau barang setengah jadi menjadi barang jadi dan batrang yang memiliki nilai tambah untuk mendapatkan keuntungan. Usaha perakitan (assembling) dan reparasi adalah bagian dari industri. Hasil industri tidak hanya berupa barang, tetapi dapat juga berupa jasa.
KONSEP DAN TUJUAN INDUSTRIALISASI
Awal konsep industrialisasi adalah Revolusi industri abad 18 di Inggris kemudian Penemuan metode baru dalam pemintalan dan penemuan kapas yg menciptakan spesialisasi produksi dan peningkatan produktivitas factor produksi.
Industrialisasi adalah suatu proses interkasi antara perkembangan teknologi, inovasi, spesialisasi dan perdagangan dunia untuk meningkatkan pendapatan masyarakat dengan mendorong perubahan struktur ekonomi.
Industrialisasi merupakan salah satu strategi jangka panjang untuk menjamin pertumbuhan ekonomi. Hanya beberapa Negara dengan penduduk sedikit & kekayaan alam melimpah seperti Kuwait & libya ingin mencapai pendapatan yang tinggi tanpa industrialisasi.
Tujuan pembangunan industri nasional baik jangka menengah maupun jangka panjang ditujukan untuk mengatasi permasalahan dan kelemahan baik di sektor industri maupun untuk mengatasi permasalahan secara nasional, yaitu :
1) Meningkatkan penyerapan tenaga kerja industri.2) Meningkatkan ekspor Indonesia dan pember-dayaan pasar dalam negeri.
3) Memberikan sumbangan pertumbuhan yang berarti bagi perekonomian.
4) Mendukung perkembangan sektor infrastruktur.
5) Meningkatkan kemampuan teknologi.
6) Meningkatkan pendalaman struktur industri dan diversifikasi produk.
7) Meningkatkan penyebaran industri.
FAKTOR – FAKTOR PENDORONG INDUSTRIALISASI
Selain perbedaan dan kemampuan dalam pengembangan teknologi (T) dan inovasi (In), serta laju pertumbuhan PN perkapita, ada sejumlah faktor lain yang membuat intensitas dari proses industrialisasi berbeda antarnegara. Faktor-faktor lain tersebut adalah sebagai berikut.
- Kondisi dan struktur awal dalam negeri. Suatu negara yang pada awal pembangunan ekonomi atau industrialisasinya sudah memiliki industri-industri dasar atau disebut juga industri-industri primer atau hulu seperti besi dan baja, semen, petrokimia, dan industri-industri tengah (antara hulu dan hilir), seperti industri barang modal (mesin), dan alat-alat produksi yang relatif kuat akan mengalami proses industrialisasi yang lebih pesat di bandingkan negara yang hanya memiliki industri-industri hilir atau ringan, seperti tekstil, pakaian jadi, alas kaki, makanan dan minuman. Alasannya, kalau sudah ada industri-industri hulu dan tengah yang kuat, jauh lebih mudah bagi negara bersangkutan untuk membangun industri-industri hilir dengan tingkat diservikasi produksi yang tinggi dibandingkan negara-negara yang belum mempunyai industri-industri hulu dan tengah.
- Besarnya pasar dalam negeri yang ditentukan oleh kombinasi antara jumlah populasi dan tingkat PIN riil per kapita. Pasar dalam negeri yang besar, seperti Indonesia dengan jumlah penduduk lebih dari 200 juta orang (walaupun tingkat pendapatan per kapita relatif rendah dibandingkan negara-negara lain), merupakan salah satu faktor perangsang bagi pertumbuhan kegiatan-kegiatan ekonomi, termasuk industri, karena pasar yang besar menjamin adanya skala ekonomis dan efisiensi dalam proses produksi (dengan asumsi bahwa faktor-faktor penentu lainnya mendukung). Jika pasar domestik kecil, maka ekspor merupakan alternatif satu-satunya untuk mencapai produksi optimal. Namun, tidak mudah melakukan ekspor, terutama pada awal industrialisasi.
- Ciri industrialisasi. Yang dimaksud disini adalah antara lain cara pelaksanaan industrialisasi, seperti misalnya tahapan dari implementasi, jenis industri yang di unggulkan, pola pembangunan sektor industri, dan insentif yang diberikan, termasuk insentif kepada investor.
- Keberadaan SDA. Ada kecenderungan bahwa negara-negara yang kaya SDA, tingkat diservikasi dan laju pertumbuhan ekonominya relatif rendah, dan negara tersebut cenderung tidak atau terlambat melakukan industrialisasi atau prosesnya berjalan relatif lebih lambat dibandingkkan negara-negara yang miskin SDA.
- Kebijakan atau strategi pemerintah yang diterapkan, termasuk instrumen-instrumen dari kebijakan (seperti tax holiday, bebas bea masuk terhadap impor bahan baku dan komponen-komponen tertentu, pinjaman dengan suku bunga murah, dan export processing zone atau daerah bebas perdagangan) yang digunakan dan cara implementasinya.
PERKEMBANGAN SEKTOR INDUSTR MANUFAKTUR NASIONAL
1. SEKTOR INDUSTRI MANUFAKTUR
Sebagai motor penggerak (prime mover) pertumbuhan ekonomi, sektor industri khususnya industri pengolahan nonmigas (manufaktur) menempati posisi strategis untuk terus ditingkatkan kinerjanya. Sejak krisis ekonomi tahun 1997, kinerja industri manufaktur mengalami penurunan cukup drastis. Kondisi tersebut disebabkan terutama karena beban hutang, terutama yang berasal dari luar negeri, di banyak perusahaan besar yang membengkak akibat merosot drastisnya nilai tukar Rupiah serta masih terus menurunnya daya saing pada banyak produk ekspornya.
Penguatan teknologi industry manufacturing sangat penting karena kandungan teknologi Indonesia relative rendah. Kondisi ini berimplikasi pada added value dan faktor productivity (TFT) Indonesia yang tidak kompetitif dibandingkan dengan Negara-negara ASEAN terutama singapura. Terbatasnya jenis produk dan Negara tujuan ekspor juga menjadi kelemahan industry manufaktur Indonesia.
Alokasi dan R&D di Indonesia juga masih sangat kecil yaitu 0,05% dari PDB. Rendahnya alokasi dana untuk R&D ini mempunyai korelasi dengan kapabilitas inovasi Indonesia yang tercermin pada aplikasi paten Indonesia antara tahun 1981 dan 1990 yang berjumlah hanya 12. Selain maslah pembiayaan, kelemahan lain yang signifikan adalah networking R&D di Indonesia. Antara universitas dengan universitas tidak ada linkage dan kolaborasi R&D yang nyata. Masing-masing berjalan sendiri dengan keterbatasannya dan tidak ada sinergi yang direncanakan dengan baik. Demikian pula keja sama R&D anrata universitas dan industry swasta sangat minim dan tidak terbingkai dalam satu sistem yang efektif.
Ditambah dengan situasi yang kian tak tertata (ungoverned), secara alamiah sektor non-tradables maju pesat; sebaliknya, sektor tradables, termasuk industri manufaktur, mengalami kemunduran relatif. Kecenderungan demikian telah terjadi dalam beberapa tahun terakhir, yang membuat daya tahan perekonomian tak kunjung membaik secara berarti. Salah satu indikasinya ialah peringkat daya saing perekonomian Indonesia dalam lima tahun terakhir terus menerus turun. Pada tahun 2003 kita berada pada peringkat 49 dari 51 negara dan pada tahun 2007 terperosok ke urutan 54 dari 55 negara (International Institute for Management Development, World Competitiveness Yearbook, 2007).
Salah satu faktor yang sangat strategis untuk meningkatkan daya saing perekonomian ialah kapasitas dalam melakukan inovasi dan penyesuaian (capacity to innovate and adjust). Faktor inilah yang menghasilkan produk-produk baru lewat kegiatan research and development (R&D). Lagi-lagi, Indonesia sangat tertinggal.
2. PERKEMBANGAN INDUSTRI MANUFAKTUR NASIONAL TAHUN DARI TAHUN 2004-2007
Industri manufaktur nasional benar-benar dalam kondisi terpuruk. Indikasi keterpurukan itu terlihat dari tingkat pertumbuhan sektor manufaktur tahun lalu yang hanya mencapai 4,6%, di bawah target Depperin sebesar 5%.
Sementara itu, pertumbuhan sektor manufaktur tahun ini diperkirakan masih akan berjalan lambat karena sampai sekarang pemerintah belum mampu menghapus sejumlah faktor penghambat pertumbuhan industri seperti biaya ekonomi tinggi, problem perpajakan, pungutan liar, biaya energi yang melambung serta infrastruktur yang asih minim.
3. PERKEMBANGAN INDUSTRI MANUFAKTUR NASIONAL TAHUN DARI TAHUN 2009-2011
Memasuki tahun 2010, sektor industri pengolahan masih menghadapi berbagai tantangan yang besar. Pada tahun 2009, sektor industri manufaktur terpukul dengan adanya krisis finansial global yang menyebabkan ekonomi di negara maju melemah. Akibatnya pasar ekspor menyusut dan sebagian besar industri manufaktur yang berorientasi ekspor mulai dilanda kelesuan.
Pada tahun 2009 sampai kuartal III, sektor industri pengolahan non-migas hanya tumbuh sebesar 1,72 % dan nilai ekspor turun sebesar 25,5%.
Memasuki kwartal IV 2009, pasar ekspor mulai bangkit kembali demikian juga pasar domestik. Keadaan ini telah mengundang optimisme bahwa tahun 2010 industri pengolahan akan bisa bangkit.
Jadi dapat disimpulkan bahwa Perusahaan manufaktur merupakan penopang utama perkembangan industri di sebuah negara. Perkembangan industri manufaktur di sebuah negara juga dapat digunakan untuk melihat perkembangan industri secara nasional di negara itu. Perkembangan ini dapat dilihat baik dari aspek kualitas produk yang dihasilkannya maupun kinerja industri secara keseluruhan.
Sejak krisis ekonomi dunia yang terjadi tahun 1998 dan merontokkan berbagai sendi perekonomian nasional, perkembangan industri di Indonesia secara nasional belum memperlihatkan perkembangan yang menggembirakan. Bahkan perkembangan industri nasional, khususnya industri manufaktur, lebih sering terlihat merosot ketimbang grafik peningkatannya.
Sebuah hasil riset yang dilakukan pada tahun 2006 oleh sebuah lembaga internasional terhadap prospek industri manufaktur di berbagai negara memperlihatkan hasil yang cukup memprihatinkan. Dari 60 negara yang menjadi obyek penelitian, posisi industri manufaktur Indonesia berada di posisi terbawah bersama beberapa negara Asia, seperti Vietnam. Riset yang meneliti aspek daya saing produk industri manufaktur Indonesia di pasar global, menempatkannya pada posisi yang sangat rendah.
Industri manufaktur masa depan adalah industri-industri yang mempunyai daya saing tinggi, yang didasarkan tidak hanya kepada besarnya potensi Indonesia (comparative advantage), seperti luas bentang wilayah, besarnya jumlah penduduk serta ketersediaan sumber daya alam, tetapi juga berdasarkan kemampuan atau daya kreasi dan keterampilan serta profesionalisme sumber daya manusia Indonesia (competitive advantage).
Industrialisasi di negara berkembang pada umumnya dilakukan sebagai upaya mengganti barang impor, dengan mencoba membuat sendiri komoditi-komoditi yang semula selalu diimpor. Mengalihkan permintaan impor dengan melakukan pemberdayaan produksi dari dalam negeri.
Strategi yang pertama dilakukan adalah pemberlakuan hambatan tarif terhadap impor produk-produk tertentu. Selanjutnya disusul dengan membangun industri domestik untuk memproduksi barang-barang yang biasa di impor tersebut. Ini biasanya dilaksanakan melalui kerja sama dengan perusahaan-perusahaan asing yang terdorong untuk membangun industri di kawasan tertentu dan unit-unit usahanya di negara yang bersangkutan, dengan dilindungi oleh dinding proteksi berupa tarif. Selain itu, mereka juga diberi insentif-insentif seperti keringanan pajak, serta berbagai fasilitas dan rangsangan investasi lainnya.
Untuk industri kecil yang baru tumbuh terutama di negara yang sedang berkembang. Industri yang baru dibangun belum memiliki kemampuan yang memadai untuk berkompetisi secara frontal dengan industri mapan dari negara-negara yang sudah maju. Industri negara maju sudah berada di jalur bisnisnya dalam waktu yang sudah lama dan sudah mampu melakukan efisiensi dalam proses-proses produksinya. Mereka mempunyai informasi dan pengetahuan yang cukup tentang optimisasi proses produksi, situasi dan karateristik pasar, serta kondisi pasar tenaga kerja sehingga mereka mampu menjual produk yang berharga murah di pasar internasional tetapi masih tetap bisa menghasilkan keuntungan yang memadai.
Dibeberapa negara, para produsen domestik mereka tidak hanya mampu memenuhi kebutuhan pasar domestik tanpa tarif, akan tetapi juga untuk ekspor ke pasar internasional. Hal ini bisa mereka lakukan karena mereka telah mampu menghasilkan produk tersebut dengan struktur biaya yang murah sehingga harga yang ditawarkan sangat kompetitif dan mampu bersaing di pasar luar negeri, maka banyak pemerintahan negara-negara dunia ketiga yang tertarik dan menerapkan strategi industrialisasi substitusi impor tersebut.
Perekonomian nasional memiliki berbagai permasalahan dalam kaitannya dengan sektor industri dan perdagangan:
- Industri nasional selama ini lebih menekankan pada industri berskala luas dan industri teknologi tinggi. Adanya strategi ini mengakibatkan berkembangnya industri yang berbasis impor. Industri-industri tersebut sering terpukul oleh depresiasi mata uang rupiah yang tajam.
- Penyebaran industri belum merata karena masih terkonsentrasi di Pulau Jawa. Industri yang hanya terkonsentrasi pada satu kawasan ini tentulah tidak sejalan dengan kondisi geografis Indonesia yang menyebut dirinya sebagai negara kepulauan.
- Lemahnya kegiatan ekspor Indonesia yang tergantung pada kandungan impor bahan baku yang tinggi, juga masih tingginya tingkat suku bunga pinjaman bank di Indonesia, apalgi belum sepenuhnya Indonesia diterima di pasar internasional.
- Komposisi komoditi ekspor Indonesia pada umumnya bukan merupakan komoditi yang berdaya saing, melainkan karena berkaitan dengan tersedianya sumber daya alam - seperti hasil perikanan, kopi, karet, dan kayu. tersedianya tenaga kerja yang murah – seperti pada industri tekstil, alas kaki, dan barang elektronik.
- Komoditi primer yang merupakan andalan ekspor Indonesia pada umumnya dalam bentuk bahan mentah sehingga nilai tambah yang diperoleh sangat kecil. Misalnya Indonesia mengekspor kayu dalam bentuk gelondongan, yang kemudian diimpor lagi dalam bentuk mebel karena terbatasnya penguasaan desain dan teknologi.
- Masih relatif rendahnya kualitas sumber daya manusia. Hal ini sangat dipengaruhi oleh sistem pendidikan formal dan pola pelaksanaan pelatihan yang cebderung masih bersifat umum dan kurang berorientasi pada perkembangan kebutuhan dunia usaha. Selain itu, rendahnya kualitas sumber daya manusia akibat dari pola penyerapan tenaga kerja di masa lalu yang masih mementingkan pada jumlah tenaga manusia yang terserap. ketimbang kualitas tenaga manusianya.
Beberapa ahli menilai penyebab utama dari kegagalan Indonesia dalam berindustri adalah karena industri Indonesia sangat tergantung pada impor sumber-sumber teknologi dari negara lain, terutama negara-negara yang telah maju dalam berteknologi dan berindustri. Ketergantungan yang tinggi terhadap impor teknologi ini merupakan salah satu faktor tersembunyi yang menjadi penyebab kegagalan dari berbagai sistem industri dan sistem ekonomi di Indonesia.
Sistem industri Indonesia tidak memiliki kemampuan pertanggungjawaban dan penyesuaian yang mandiri. Karenanya sangat lemah dalam mengantisipasi perubahan dan tak mampu melakukan tindakan-tindakan pencegahan untuk menghadapi terjadinya perubahan tersebut. Tuntutan perubahan pasar dan persaingan antar industri secara global tidak hanya mencakup perubahan di dalam corak, sifat, kualitas, dan harga dari komoditas yang diperdagangkan, tetapi juga tuntutan lain yang muncul karena berkembangnya idealisme masyarakat dunia terhadap hak azasi manusia, pelestarian lingkungan, liberalisasi perdagangan, dan sebagainya.
Gerak ekonomi Indonesia sangat tergantung pada arus modal asing yang masuk atau keluar Indonesia serta besarnya cadangan devisa yang terhimpun melalui perdagangan dan hutang luar negeri.
- Ketergantungan kepada pendapatan ekspor,
- Ketergantungan pada pinjaman luar negeri,
- Ketergantungan kepada adanya investasi asing,
- Ketergantungan akan impor teknologi dari negara-negara industri.
STRATEGI PEMBANGUNAN SEKTOR INDUSTRI
- Lebih menekankan pada pengembangan industry yang berorientasi pada pasar domestic
- Strategi subtitusi impor adalah industry domestic yang membuat barang menggantikan impor
- Dilandasi oleh pemikiran bahwa laju pertumbuhan ekonomi yang tinggi dapat dicapai dengan mengembangkan industry dalam negeri yang memproduksi barang pengganti impor
- SDA dan factor produksi lain (terutama tenaga kerja) cukup tersedia
- Potensi permintaan dalam negeri memadai
- Pendorong perkembangan sector industry manufaktur dalam negeri
- Dengan perkembangan industry dalam negeri, kesempatan kerja lebih luas
- Dapat mengurangi ketergantungan impor
2. Penerapan strategi subtitusi impor dan hasilnya di Indonesia
- Industry manufaktur nasional tidak berkembang baik selama orde baru
- Ekspor manufaktur Indonesia belum berkembang dengan baik
- Kebijakan proteksi yang berlebihan selama orde baru menimbulkan high cost economy
- Teknologi yang digunakan oleh industry dalam negeri, sangat diproteksi
3. Strategi Promosi Ekspor
- Lebih berorientasi ke pasar internasional dalam pengembangan usaha dalam negeri
- Tidak ada diskriminasi dalam pemberian insentif dan fasilitas kemudahan lainnya dari pemeritah
- Dilandasi pemikiran bahwa laju pertumbuhan ekonomi yang tinggi dapat dicapai jika produk yang dibuat di dalam negeri dijual di pasar ekspor
- Strategi promosi ekspor mempromosikan fleksibilitas dalam pergeseran sumber daya ekonomi yang ada mengikuti perubahan pola keunggulan komparatif
4. Kebijakan industrialisasi
- Dirombaknya system devisa sehingga transaksi luar negeri lebih bebas dan sederhana
- Dikuranginya fasilitas khusus yang hanya disediakan bagi perusahaan Negara dan kebijakan pemerintah untuk mendorong pertumbuhan sector swasta bersama-sama dengan BUMN
REFERENSI :
ttp://destikafizriani.blogspot.co.id/2015/05/perkembangan-sektor-industri-manufaktur.html
http://arminaven.blogspot.co.id/2011/10/perkembangan-sektor-industr-manufaktur.html
http://devisakinahmaharani.blogspot.co.id/2015/04/permasalahan-industrialisasi.html
http://infoindonesianews.blogspot.co.id/2011/03/permasalahan-industri-di-indonesia.html
http://putriprastiami.blogspot.co.id/2015/05/115-strategi-pembangunan-sektor-industri.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar