PEREKONOMIAN INDONESIA
PENGERTIAN KEMISKINAN
Kemiskinan berasal dari kata miskin. Dalam Kamus Bahasa
Indonesia, miskin berarti tidak berharta benda, serba kekurangan atau
berpenghasilan sangat rendah.
Kemiskinan adalah keadaan
dimana terjadi ketidakmampuan untuk memenuhi kebutuhan dasar seperti makanan,
pakaian, tempat berlindung, pendidikan, dan kesehatan. Kemiskinan dapat
disebabkan oleh kelangkaan alat pemenuh kebutuhan dasar, ataupun sulitnya akses
terhadap pendidikan dan pekerjaan. Kemiskinan merupakan masalah global.
Sebagian orang memahami istilah ini secara subyektif dan komparatif, sementara
yang lainnya melihatnya dari segi moral dan evaluatif, dan yang lainnya lagi
memahaminya dari sudut ilmiah yang telah mapan,dll. Kemiskinan dipahami dalam
berbagai cara.
Pemahaman utamanya mencakup Gambaran kekurangan materi,
yang biasanya mencakup kebutuhan pangan sehari-hari, sandang, perumahan, dan
pelayanan kesehatan. Kemiskinan dalam arti ini dipahami sebagai situasi
kelangkaan barang-barang dan pelayanan dasar.
Gambaran tentang kebutuhan
sosial, termasuk keterkucilan sosial, ketergantungan, dan ketidakmampuan untuk
berpartisipasi dalam masyarakat. Hal ini termasuk pendidikan dan informasi.
Keterkucilan sosial biasanya dibedakan dari kemiskinan, karena hal ini mencakup
masalah-masalah politik dan moral, dan tidak dibatasi pada bidang
ekonomi.Gambaran kemiskinan jenis ini lebih mudah diatasi daripada dua gambaran
yang lainnya.
Gambaran tentang kurangnya
penghasilan dan kekayaan yang memadai. Makna "memadai" di sini sangat
berbeda-beda melintasi bagian-bagian politik dan ekonomi di seluruh dunia.
Gambaran tentang ini dapat diatasi dengan mencari objek penghasilan diluar
profesi secara halal. Perkecualian apabila institusi tempatnya bekerja
melarang.
FAKTOR PENYEBAB KEMISKINAN
Pada umumnya penyebab-penyebab kemiskinan
adalah sebagai berikut:
1. Laju
Pertumbuhan Penduduk.
Pertumbuhan penduduk Indonesia terus meningkat
di setiap 10 tahun menurut hasil sensus penduduk. Meningkatnya jumlah penduduk
membuat Indonesia semakin terpuruk dengan keadaan ekonomi yang belum mapan.
Jumlah penduduk yang bekerja tidak sebanding dengan jumlah beban
ketergantungan. Penghasilan yang minim ditambah dengan banyaknya beban ketergantungan
yang harus ditanggung membuat penduduk hidup di bawah garis kemiskinan.
2. Angkatan
Kerja, Penduduk yang Bekerja dan Pengangguran.
Secara garis besar penduduk suatu negara
dibagi menjadi dua yaitu tenaga kerja dan bukan tenaga kerja. Yang tergolong
sebagi tenaga kerja ialah penduduk yang berumur didalam batas usia kerja.
Batasan usia kerja berbeda-beda disetiap negara yang satu dengan yang lain.
Batas usia kerja yang dianut oleh Indonesia ialah minimum 10 tahun tanpa batas
umur maksimum. Jadi setiap orang atausemua penduduk kesenjangan dikatakan
lunak, distribusi pendapatan nasional dikatakan cukup merata.
Pendapatan penduduk yang didapatkan dari hasil
pekerjaan yang mereka lakukan relatif tidak dapat memenuhi kebutuhan
sehari-hari sedangkan ada sebagian penduduk di Indonesia mempunyai pendapatan
yang berlebih.
3. Tingkat
pendidikan yang rendah.
Rendahnya kualitas penduduk juga merupakan
salah satu penyebab kemiskinan di suatu negara. Ini disebabkan karena rendahnya
tingkat pendidikan dan tingkat pengetahuan tenaga kerja. Untuk adanya
perkembangan ekonomi terutama industry, jelas sekali dibutuhkan lebih banyak
tenaga kerja yang mempunyai skill atau paling tidak dapat membaca dan menulis.
4. Kurangnya
perhatian dari pemerintah.
Pemerintah yang kurang peka terhadap laju
pertumbuhan masyarakat miskin dapat menjadi salah satu faktor kemiskinan.
Pemerintah tidak dapat memutuskan kebijakan yang mampu mengendalikan tingkat
kemiskinan di negaranya.
5. Distribusi
yang tidak merata
Secara makro, kemiskinan muncul karena adanya
ketidaksamaan pola kepemilikan sumber daya yang menimbulkan distribusi
pendapatan timpang, penduduk miskin hanya memiliki sumber daya dalam jumlah
yang terbatas dan kualitasnya rendah
DAMPAK YANG DITIMBULKAN DARI KEMISKINAN
Kemiskinan yang terjadi
merupakan sebuah masalah yang tentunya memberikan dampak bagi masyarakat baik
itu dampak positiv maupun dampak yang negativ. Dampak yang ditimbulkan dari
kemiskinan dapat dikelompokan kedalam beberapa masalah seperti :
Dampak Masalah Kependudukan
Dilihat dari segi kependudukan, kemiskinan berdampak pada
ketidak meratanya pertumbuhan peduduk disetiap wilayah sehingga ketidakmerataan
tersebut membawa konsekuensi berat kepada aspek-aspek kehidupan sosialainya.
Secara nasional penduduk yang tidak
merata mambawa akibat bagi penyediaan berbagai sarana dan kebutuhan penduduk.
Dalam bidang lapangan pekerjaan terjadi ketidakseimbangan antara pertumbuhan
angkatan kerja dengan pertumbuhan lapangan kerja dan pada akhirnya menimbulkan
pengangguran baik secara tersembunyi ataupun pengangguran secara terbuka.
Dampak Masalah Ekonomi
Masalah Ekonomi menyangkut masalah kerumahtanggaan
penduduk dalam memenuhi kebutuhan materinya. Masalah ini terbagi kedalam
beberapa aspek yaitu aspek kuantitas, kualitas penduduk, sumber daya alam dan
manusia, komunikasi dan transportasi, kondisi dan lokasi geografi. Ditinjau
dari segi kuantitas Penduduk Indonesia merupakan memiliki kekuatan ekonomi yang
bisa dikembangkan terutama dengan jumlah penduduk yang banyak. Tapi kemiskinan
menjadikan Penduduk tidak memiliki kekuatan dalam mengenbangkan perekoomia
Indonesia. Kemudian kemiskinan menjadikan penduduk seolah menunjukan
kelemahanya sebagai konsumen berbagai produksi. Seretnya transportasi komunkasi
menyebabkan perekonomian terhambat seperti pada dasarnya daerah tersebut
memiliki potensi yang tinggi untuk dikembangkan tapi tatap saja kehidupan
penduduknya tetap rendah.
Dampak Masalah Lingkungan
Masalah lingkungan dapat diartikan bahwa masalah yang
terjadi di lingkungan hidup manusia mengancamketentraman dan kesejah teraan
manusia yang disebabkan oleh ketidakseimbangan antara komponan manusia dengan
lingkungan yang menjadi penampung dan penjamin kehidupan manusia. Dampak lainya
yaitu keterbelakangan pembangunan, kebodohan, kebanjiran, pencemaran lingkungan
dan tingkat kesehatan yang rendah yang diakibatkan karena lingkungan yang
kurang mendukung karena kemiskinan.
Dampak Masalah Pendidikan
Pendidikan secara luas merupakan dasar pembentukan
kepribadian, kemajuan ilmu, kemajuan teknologi dan kemajuan kehidupan sosial
pada umumnya. Dampak kemiskinan terhadap pendidikan memang sangat merugikan
sekali karena telah menghilangkan pentingnya pendidikan dalam mencerdaskan
kehidupan bangsa. Sehingga tidak sedikit penduduk Indonesia yang belum mengenal
pendidikan.
Pemberontakan
Pemberontakan merupakan bentuk kekecewaan dari masyarakat
terhadap pemerintah yang dinilai telah gagal menciptakan kesejahteraan
rakyatnya, perang saudara antar-etnis, golongan, ideologi demi sebuah kekuasaan
dan untuk menguasai kekuasaan, dan yang lainnya. Semua itu tidak terlepas dari
usaha masyarakat untuk melakukan perubahan nasibnya agar menjadi lebih baik
(sejahtera) dari keadaan kemiskinan yang menimpanya. Pemberontakan sepertiitu
biasanya terjadi di negara berkembang atau negara miskin.
Kesenjangan dan Kemiskinan
Beberapa Indikator Kesenjangan dan
Kemiskinan
Ada sejumlah cara mengukur tingkat kesenjangan dalam distribusi pendapatan yang
dapat dibagi kedalam dua kelompok pendekatan, yakni axiomatic dan stochastic
dominance. Yang sering digunakan didalam literatur adalah dari kelompok
pendekatan pertama dengan tiga alat ukur, yakni the generalized entropy (GE),
ukuran Atkinson dan koefisien Gini. Rumus dari GE dapat diuraikan sebagai
berikut :
n
GE (α) = (1 / ( α2 –
α | (1 / n) ∑ (yi / Y^)α –
1 |
dimana n adalah jumlah individu
(orang) didalam sampel, yi adalah pendapatan dari individu
(i=1,2…..n), dan Y^ = (1/n) ∑yi adalah
ukuran rata-rata pendapatan nilai GE terletak antara 0 sampai OO. Nilai
GE nol berarti distribusi pendaptan merata (pendapatan dari semua individu
didalam sample data), dan 4 berarti kesenjangan yang sangat besar. Parameter a
mengukur besarnya perbedaan-perbedaan antara pendapatan-pendapatan dari
kelompok-kelompok yang berbeda didalam distribusi tersebut, dan mempunyai nilai
riil.
n
A = 1 - | (1/ n) ∑ (yi /
Y^) 1-€ | 1/(1-€)
i = 1
dimana € adalah parameter ketimpangan ,
0<€<1 : semakin tinggi nilai €, semakin tidak seimbang pembagian
pendapatan. Nilai A mencakup dari 0 sampai 1, dengan 1, dengan 0 berarti tidak
ada kepincangan dalam distribusi pendapatan.
Alat ukur ketiga dari pendekatan
aksioma ini yang selalu digunakan dalam setiap studi-studi empiris mengenai
kesenjangan dalam pembagian pendapatan adalah koefisien atau rasio Gini, yang
formulanya sebagai berikut :
n n
Gini = (1 /2n2- Y^)
∑ ∑ | yi – yi |
i=1 j=1
Nilai koefisien gini
berada pada selang 0 sampai 1. Bila 0 : kemerataan sempurna (setiap orang
mendapat porsi yang sama dari pendapatan) dan bila 1 : ketidakmerataan yang
sempurna dalam pembagian pendapatan dalam pembagian pendapatan, artinya satu
orang ( atau satu kelompok pendapatan) disuatu Negara menikmati semua pendaptan
Negara tersebut.
Ide dasar dari perhitungan koefisien Gini berasal dari kurva Lorenz . Koefisien
Gini adalah rasio: (a) daerah didalam grafik tersebut yang terletak diantara
kurva Lorenz dan garis kemerataan sempurna (yang membentuk sudut 45 derajat
dari titik 0 dari sumbu y dan x) terhadap (b) daerah segi tiga antara garis
kemerataan tersebut dan sumbu y-x. semakin tinggi nilai rasio Gini, yakni
mendekati 1 atau semakin menjauh kurva Lorenz dari garis 45 derajat tersebut,
semakin besar tingkat ketidak merataan distribusi pendapatan.
Selain tiga alat ukur diatas , cara
pengukuran lainnya yang juga umum digunakan, terutama oleh bank dunia, adalah
dengan cara jumlah penduduk dikelompokkan menjadi tiga grup: 40% penduduk
dengan pendapatan rendah, 40% penduduk dengan pendapatan menengah, dan 20&
penduduk dengan pendapatan tinggi dari jumlah penduduk. Selanjutnya,
ketidakmerataan pendapatan diukur berdasarkan pendapatan yang dinikmati oleh
40% penduduk dengan pendapatan rendah. Menurut criteria bank dunia, tingkat
ketidakmerataan dalam distribusi pendapatan dinyatakan tinggi, apabila 40%
penduduk dari kelompok pendapatan rendah menerima lebih kecil 12% dari jumlah
pendapatan. Tingkat ketidakmerataan sedang, apabila kelompok tersebut menerima
12% sampai 17% dari jumlah pendapatan; sedangkan ketidakmerataan, apabila kelompok
tersebut menerima lebih dari 17% dari jumlah pendapatn.
Kriteria Bank Dunia.
Bank dunia mengklasifikasikan ketidakmerataan berdasarkan tiga lapisan:
1 40 %
penduduk berpendapatan terendah Penduduk termiskin
2 40 %
penduduk berpendapatan menengah
3 20 %
penduduk berpendapatan tinggi
KLASIFIKASI
|
DISTRIBUSI
PENDAPATAN
|
Ketimpangan
Parah
|
40 % penduduk
berpendapatan rendah menikmati < 12 % pendapatan nasional
|
Ketimpangan
Sedang
|
40 % penduduk
berpendapatan rendah menikmati 12 - 17 % pendapatan nasional
|
Ketimpangan
Lunak (Distribusi Merata)
|
40 % penduduk
berpendapatan rendah menikmati > 17 % pendapatan nasional
|
Untuk mengukur kemiskinan ada tiga indicator yang diperkenalkan oleh foster dkk
(1984) yang sering digunakan dalam banyak study empiris. Pertama , the
incidence of poverty: persentase dari populasi yang hidup didalam keluarga
dengan pengeluaran konsumsi per kapita dibawah garis kemiskinan. Indeksnya
sering disebut rasio H. kedua, the depth of poverty yang menggambarkan dalamnya
kemiskinan (IJK), atau dikenal dengan sebutan poverty gap index. Indeks ini
megestimasikan jarak/ perbedaan rata-rata pendapatan orang miskin dari garis
kemiskinan sebagai suatu proporsi dari garis tersebut yang dapat dijelaskan
dengan formula berikut.
Pa = (1/n)
∑i[(z – yi)/ z]a untuk semua yi <
z
Indeks Pa ini sensitif terhadap distribusi jika a > 1.
Bagian [(z – yi)/ z] adalah perbedaan antara garis kemiskinan (z)
dan tingkat pendapatan kelompok ke I keluarga miskin (yi) dalam
bentuk suatu persentase dari garis kemiskinan. Sedangkan bagian [(z – yi)/
z]a adalah persentase eksponen dari besarnya pendapatan yang
tekor, dan kalau dijumlahkann dari orang miskin dan dibagi dengan jumlah
populasi (n) maka menghasilkan indeks Pa.
Ketiga, the severity of poverty yang diukur dengan indeks keparahan kemiskinan
( IKK).indeks ini pada prinsipnya sama dengan IJK. Namun, selain mengukur jarak
yang memisahkan orang miskin dari garis kemiskinan, IKK juga mengukur
ketimpangan diantara penduduk miskin atau penyebaran pengeluaran diantara
penduduk penduduk miskin. Indeks ini yang juga disebut Distributionally sensitive
Index dapat juga digunakan untuk mengetahui intensitas kemiskinan.
Adanya dua indicator tersebut (selain rasio H) adalah untuk mengkonpensasi
kelemahan dari rasio H yang tidak bisa menjelaskan tingkat keparahan kemiskinan
disuatu Negara. Selain itu, para peneliti kemiskinan sudah lama tertarik pada
dua factor lain, yaitu rata-rata besarnya kekurangan pendapatan orang miskin
dan besarnya ketimpangan dalam distribusi pendapatan antar orang miskin. Dengan
asumsi bahwa factor-faktor lain tetap tidak berubah, tambah tinggi rata-rata
besarnya kekurangan pendapatan orang miskin, tambah besar gap pendapatan antar
orang miskin, dan kemiskinan akan tambah besar.
Dari dasar pemikiran diatas, muncul
indeks kemiskinan sen, yang memasukkan dua factor tersebut, yakni koefisien
Gini dan rasio H:
S= H[I + (1-I) Gini]
Dimana I adalah jumlah rata-rata defisit pendapatan dari orang miskin sebagai
suatu persentase dari garis kemiskinan, dan koefisien Gini yang mengukur
ketimpangan antara orang miskin. Apabila salah satu dari factor-faktor tersebut
naik, tingkat kemiskinan bertambah besar (yang diukur dengann S).
BEBERAPA INDIKATOR KESENJANGAN DAN KEMISKINAN
1. Indikator Kesenjangan
Ada sejumlah cara
untuk mrngukur tingkat kesenjangan dalam distribusi pendapatan yang dibagi ke
dalam dua kelompok pendekatan, yakni axiomatic dan stochastic dominance. Yang
sering digunakan dalam literatur adalah dari kelompok pendekatan pertama dengan
tiga alat ukur, yaitu the generalized entropy (GE), ukuran atkinson, dan
koefisien gini.
Yang paling sering
dipakai adalah koefisien gini. Nilai koefisien gini berada pada selang 0 sampai
dengan 1. Bila 0 : kemerataan sempurna (setiap orang mendapat porsi yang sama
dari pendapatan) dan bila 1 : ketidakmerataan yang sempurna dalam pembagian
pendapatan.
Ide dasar dari
perhitungan koefisien gini berasal dari kurva lorenz. Semakin tinggi nilai
rasio gini, yakni mendekati 1 atau semakin jauh kurva lorenz dari garis 45
derajat tersebut, semakin besar tingkat ketidakmerataan distribusi pendapatan.
Kurva Lorenz
Menggambarkan distribusi kumulatif pendapatan nasional di kalangan-kalangan
lapisan penduduk, secara kumulatif pula. Kurva ini terletak di dalam sebuah
bujur sangkar yang sisi tegaknya melambangkan persentase kumulatif pendapatan
nasional, sedangkan sisi datarnya mewakili persentase kumulatif penduduk.
Kurvanya sendiri “ditempatkan” pada diagonal utama bujur sangkar tersebut.Kurva
Lorenz yang semakin dekat ke diagonal (semakin lurus) menyiratkan
distribusi pendapatan nasional yang semakin merata. Sebaliknya, jika kurva
Lorenz semakin jauh dari diagonal, maka ia mencerminkan keadaan yang semakin
buruk.
Ketimpangan dikatakan
sangat tinggi apabilai nilai koefisien gini berkisar antara 0,71-1,0.
Ketimpangan tinggi dengan nilai koefisien gini 0,5-0,7. Ketimpangan sedang
dengan nilai gini antara 0,36-0,49, dan ketimpangan dikatakan rendah dengan
koefisien gini antara 0,2-0,35.
Selain alat ukur
diatas, cara pengukuran lainnya yang juga umum digunakan, terutama oleh Bank
Dunia adalah dengan cara jumlah penduduk dikelompokkan menjadi tiga group : 40%
penduduk dengan pendapatan rendah, 40% penduduk dengan pendapatan menengah, dan
20% penduduk dengan pendapatan tinggi dari jumlah penduduk. Selanjutnya,
ketidakmerataan pendapatan diukur berdasarkan pendapatan yang dinikmati oleh
40% penduduk dengan pendapatan rendah.
Menurut kriteria Bank
Dunia, tingkat ketidakmerataan dalam distribusi pendapatan dinyatakan tinggi,
apabila 40% penduduk dari kelompok berpendapatan rendah menerima lebih kecil
dari 12% dari jumlah pendapatan. Tingkat ketidakmerataan sedang, apabila
kelompok tersebut menerima 12% sampai 17% dari jumlah pendapatan. Sedangkan
ketidakmerataan rendah, apabila kelompok tersebut menerima lebih besar dari 17%
dari jumlah pendapatan.
2. Indikator Kemiskinan
Batas garis
kemiskinan yang digunakan setiap negara ternyata berbeda-beda. Ini disebabkan
karena adanya perbedaan lokasi dan standar kebutuhan hidup. Badan Pusat Statistik
(BPS) menggunakan batas miskin dari besarnya rupiah yang dibelanjakan per
kapita sebulan untuk memenuhi kebutuhan minimum makanan dan bukan makanan (BPS,
1994). Untuk kebutuhan minimum makanan digunakan patokan 2.100 kalori per hari.
Sedangkan pengeluaran kebutuhan minimum bukan makanan meliputi pengeluaran
untuk perumahan, sandang, serta aneka barang dan jasa.
Dengan kata lain, BPS
menggunakan 2 macam pendekatan, yaitu pendekatan kebutuhan dasar (basic needs
approach) dan pendekatan Head Count Index. Pendekatan yang pertama merupakan
pendekatan yang sering digunakan. Dalam metode BPS, kemiskinan
dikonseptualisasikan sebagai ketidakmampuan untuk memenuhi kebutuhan dasar.
Sedangkan Head Count Index merupakan ukuran yang menggunakan kemis kinan absolut.
Jumlah penduduk miskin adalah jumlah penduduk yang berada di bawah batas yang
disebut garis kemiskinan, yang merupakan nilai rupiah dari kebutuhan minimum
makanan dan non makanan. Dengan demikian, garis kemiskinan terdiri dari 2
komponen, yaitu garis kemiskinan makanan (food line) dan garis kemiskinan non
makanan (non food line)
KEMISKINAN
DI INDONESIA
Kemiskinan merupakan
masalah yang ditandai oleh berbagai hal antara lain rendahnya kualitas hidup
penduduk, terbatasnya kecukupan dan mutu pangan, terbatasnya dan rendahnya mutu
layanan kesehatan, gizi anak, dan rendahnya mutu layanan pendidikan. Selama ini
berbagai upaya telah dilakukan untuk mengurangi kemiskinan melalui penyediaan
kebutuhan pangan, layanan kesehatan dan pendidikan, perluasan kesempatan kerja
dan sebagainya.
Pemecahan masalah
kemiskinan memerlukan langkah-langkah dan program yang dirancang secara khusus
dan terpadu oleh pemerintah dan merupakan tanggung jawab bersama antara
pemerintah dan masyarakat. Penulis ingin menitikberatkan karya ilmiah ini
dengan 3 masalah utama kemiskinan di Indonesia, yaitu: terbatasnya kecukupan
dan mutu pangan, terbatasnya dan rendahnya mutu layanan kesehatan, serta
terbatasnya dan rendahnya mutu layanan pendidikan.
Terbatasnya
Kecukupan dan Mutu Pangan
Hal ini berkaitan dengan rendahnya daya
beli, ketersediaan pangan yang tidak merata, dan kurangnya dukungan pemerintah
bagi petani untuk memproduksi beras sedangkan masyarakat Indonesia sangat
tergantung pada beras. Permasalahan kecukupan pangan antara lain terlihat dari
rendahnya asupan kalori penduduk miskin dan buruknya status gizi bayi, anak
balita, dan ibu.
· Terbatasnya
dan Rendahnya Mutu Layanan Kesehatan
Hal ini mengakibatkan rendahnya daya
tahan dan kesehatan masyarakat miskin untuk bekerja dan mencari nafkah,
terbatasnya kemampuan anak dari keluarga untuk tumbuh kembang, dan rendahnya
kesehatan para ibu. Salah satu indikator dari terbatasnya akses layanan
kesehatan adalah angka kematian bayi. Data Susenas (Survai Sosial Ekonomi
Nasional) menunjukan bahwa angka kematian bayi pada kelompok pengeluaran
terendah masih di atas 50 per 1.000 kelahiran hidup.
· Terbatasnya
dan Rendahnya Mutu Layanan Pendidikan
Hal ini disebabkan oleh tingginya biaya
pendidikan, terbatasnya kesediaan sarana pendidikan, terbatasnya jumlah guru
bermutu di daerah, dan terbatasnya jumlah sekolah yang layak untuk proses
belajar-mengajar. Pendidikan formal belum dapat menjangkau secara merata
seluruh lapisan masyarakat sehingga terjadi perbedaan antara penduduk kaya dan
penduduk miskin dalam masalah pendidikan.
FAKTOR PENYEBAB KEMISKINAN DI INDONESIA
Ada dua kondisi yang menyebabkan
kemiskinan bisa terjadi, yaitu:
1. Kemiskinan
alamiah
Kemiskinan alamiah terjadi akibat
sumber daya alam yang terbatas, penggunaan teknologi yang rendah, bencana
alam,dan karena seseorang atau suatu masyarakat tak mau berusaha dengan
kerja keras.
2. Kemiskinan
buatan
Kemiskinan ini terjadi karena
lembaga-lembaga yang ada di masyarakat membuat sebagian anggota masyarakat
tidak mampu menguasai sarana ekonomi dan berbagai fasilitas lain yang tersedia
hingga mereka tetap miskin.
Bila kedua faktor penyebab kemiskinan
tersebut dihubungkan dengan masalah mutu pangan, kesehatan, dan pendidikan maka
dapat disimpulkan beberapa faktor penyebab kemiskinan antara lain:
1. Kurang
tersedianya sarana yang dapat dipakai keluarga miskin secara layak misalnya
puskesmas, sekolah, tanah yang dapat dikelola untuk bertani.
2. Kurangnya
dukungan pemerintah sehingga keluarga miskin tidak dapat menjalani dan
mendapatkan haknya atas pendidikan dan kesehatan yang layak dikarenakan biaya
yang tinggi
3. Rendahnya
minat masyarakat miskin untuk berjuang mencapai haknya karena mereka kurang
mendapat pengetahuan mengenai pentingnya memliki pendidikan tinggi dan
kesehatan yang baik.
4. Kurangnya
dukungan pemerintah dalam memberikan keahlian agar masyarakat miskin dapat
bekerja dan mendapatkan penghasilan yang layak.
5. Wilayah
Indonesia yang sangat luas sehingga sulit bagi pemerintah untuk menjangkau
seluruh wilayah dengan perhatian yang sama. Hal ini menyebabkan terjadi
perbedaan masalah kesehatan, mutu pangan dan pendidikan antara wilayah
perkotaan dengan wilayah yang tertinggal jauh dari perkotaan.
KEBIJAKAN
ANTI KEMISKINAN
Ada 3
(tiga) pilar utama strategi pengurangan kemiskinan, yakni
- Pertumbuhan ekonomi yang
berkelanjutan dan pro kemiskinan
- Pemerintahan yang baik
(good governance)
- Pembangunan social
Untuk
mendukung strategi tersebut diperlukan intervensi pemerintah sesuai sasaran
atau tujuannya. Sasaran atau tujuan tersebut dibagi menurut waktu, yakni jangka
pendek, menengah dan panjang. Intervensi lainnya adalah manajemen lingkungan
dan SDA. Hancurnya lingkungan dan “habisnya” SDA dengan sendirinya menjadi
faktor pengerem proses pembangunan dan pertumbuhan ekonomi, yang berarti juga
sumber peningkatan kemiskinan.
Intervensi
jangka pendek
- Pembangunan
sector pertanian dan ekonomi pedesaan
- Pembangunan
transportasi
- Komunikasi
- Energy
- Keuangan
Peningkatan
peran serta masyarakat sepenuhnya (stakeholder participation) dalam proses
pembangunan dan proteksi social (termasuk pembangunan system jaminan social).
Intervensi
jangka menengah dan panjang
- Pembangunan
sector swasta
- Kerjasama
regional
- Manajemen
pengeluaran pemerintah (APBN) dan administrasi
- Desentralisasi
- Pendidikan
dan kesehatan
- Penyediaan
air bersih dan pembangunan perkotaan
MENGATASI
KEMISKINAN
Ada
beberapa cara untuk membantu masyarakat dalam mengatasi kemiskinan, diantaranya
- Bantuan kemiskinan, atau
membantu secara langsung kepada orang miskin. Ini telah menjadi bagian
pendekatan dari masyarakat Eropa sejak zaman pertengahan.
- Bantuan terhadap keadaan
individu. Banyak macam kebijakan yang dijalankan untuk mengubah situasi
orang miskin berdasarkan perorangan, termasuk hukuman, pendidikan, kerja
sosial, pencarian kerja, dan lain-lain.
- Persiapan bagi yang
lemah. Daripada memberikan bantuan secara langsung kepada orang miskin,
banyak negara
sejahtera menyediakan bantuan untuk orang yang
dikategorikan sebagai orang yang lebih mungkin miskin, seperti orang tua
atau orang dengan ketidakmampuan, atau keadaan yang membuat orang miskin,
seperti kebutuhan akan perawatan
kesehatan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar